Politik Amerika sekali lagi terjerumus ke dalam kekacauan. Dengan pemilihan umum 2024 yang semakin dekat, sebuah badai politik yang mengelilingi Ketua The Federal Reserve (FED) Jerome Powell sedang berkembang. Gelombang ini tidak hanya melibatkan perbedaan dalam kebijakan moneter, tetapi juga mencerminkan kontradiksi mendalam dalam pola politik dan ekonomi Amerika.
Konflik antara Powell dan Trump sudah berlangsung lama, dengan titik sengketa utama terletak pada arah kebijakan moneter. Trump terus mendorong penerapan kebijakan moneter yang longgar, berharap untuk merangsang pertumbuhan ekonomi melalui penurunan suku bunga. Namun, sebagai Ketua The Federal Reserve (FED), Powell tetap pada posisinya dan mempertahankan penilaian independen dalam masalah suku bunga.
Faktanya, Powell awalnya diusulkan oleh Trump dan dilantik sebagai ketua The Federal Reserve (FED) pada Februari 2018. Namun, hanya beberapa bulan kemudian, hubungan keduanya mulai memburuk. Pada Oktober 2018, Trump pertama kali secara terbuka mengkritik posisi kebijakan Powell, menyebut langkah kenaikan suku bunga The Federal Reserve (FED) sebagai 'ancaman terbesar'. Sejak itu, Trump sering memberikan tekanan kepada Powell melalui berbagai saluran, dan perang kata-kata antara keduanya terus meningkat.
Mengejutkan, meskipun hubungan dengan Trump tegang, Powell pada tahun 2022 mendapatkan dukungan dari presiden saat ini Biden dan berhasil terpilih kembali sebagai ketua The Federal Reserve (FED), masa jabatannya diperpanjang hingga Mei 2026. Namun, dengan datangnya tahun pemilihan 2024, tekanan politik kembali meningkat. Lingkungan Trump tampaknya sedang mencari berbagai alasan untuk menantang posisi Powell.
Permainan politik yang tampaknya absurd ini, sebenarnya mencerminkan kontradiksi mendalam dalam sistem politik dan ekonomi Amerika Serikat. Di satu sisi, The Federal Reserve (FED) seharusnya menjaga independensinya, tidak terpengaruh oleh intervensi politik; di sisi lain, para pemimpin politik seringkali berharap untuk mencapai tujuan ekonomi jangka pendek melalui kebijakan moneter. Ketegangan ini menjadi semakin jelas di tahun pemilihan.
Dilema yang dihadapi Powell saat ini tidak hanya menyangkut pribadi, tetapi juga berkaitan dengan stabilitas sistem keuangan Amerika Serikat. Jika dia benar-benar dipaksa untuk mengundurkan diri, kemungkinan besar akan memicu gejolak besar di pasar keuangan, yang akan mempengaruhi pola ekonomi global.
Apa pun hasilnya, gejolak ini menyoroti kompleksitas keseimbangan kekuasaan dalam sistem politik Amerika. Ini mengingatkan kita bahwa bahkan di negara demokrasi yang matang, menjaga independensi lembaga ekonomi kunci tetap merupakan tantangan yang berkelanjutan.
Halaman ini mungkin berisi konten pihak ketiga, yang disediakan untuk tujuan informasi saja (bukan pernyataan/jaminan) dan tidak boleh dianggap sebagai dukungan terhadap pandangannya oleh Gate, atau sebagai nasihat keuangan atau profesional. Lihat Penafian untuk detailnya.
Politik Amerika sekali lagi terjerumus ke dalam kekacauan. Dengan pemilihan umum 2024 yang semakin dekat, sebuah badai politik yang mengelilingi Ketua The Federal Reserve (FED) Jerome Powell sedang berkembang. Gelombang ini tidak hanya melibatkan perbedaan dalam kebijakan moneter, tetapi juga mencerminkan kontradiksi mendalam dalam pola politik dan ekonomi Amerika.
Konflik antara Powell dan Trump sudah berlangsung lama, dengan titik sengketa utama terletak pada arah kebijakan moneter. Trump terus mendorong penerapan kebijakan moneter yang longgar, berharap untuk merangsang pertumbuhan ekonomi melalui penurunan suku bunga. Namun, sebagai Ketua The Federal Reserve (FED), Powell tetap pada posisinya dan mempertahankan penilaian independen dalam masalah suku bunga.
Faktanya, Powell awalnya diusulkan oleh Trump dan dilantik sebagai ketua The Federal Reserve (FED) pada Februari 2018. Namun, hanya beberapa bulan kemudian, hubungan keduanya mulai memburuk. Pada Oktober 2018, Trump pertama kali secara terbuka mengkritik posisi kebijakan Powell, menyebut langkah kenaikan suku bunga The Federal Reserve (FED) sebagai 'ancaman terbesar'. Sejak itu, Trump sering memberikan tekanan kepada Powell melalui berbagai saluran, dan perang kata-kata antara keduanya terus meningkat.
Mengejutkan, meskipun hubungan dengan Trump tegang, Powell pada tahun 2022 mendapatkan dukungan dari presiden saat ini Biden dan berhasil terpilih kembali sebagai ketua The Federal Reserve (FED), masa jabatannya diperpanjang hingga Mei 2026. Namun, dengan datangnya tahun pemilihan 2024, tekanan politik kembali meningkat. Lingkungan Trump tampaknya sedang mencari berbagai alasan untuk menantang posisi Powell.
Permainan politik yang tampaknya absurd ini, sebenarnya mencerminkan kontradiksi mendalam dalam sistem politik dan ekonomi Amerika Serikat. Di satu sisi, The Federal Reserve (FED) seharusnya menjaga independensinya, tidak terpengaruh oleh intervensi politik; di sisi lain, para pemimpin politik seringkali berharap untuk mencapai tujuan ekonomi jangka pendek melalui kebijakan moneter. Ketegangan ini menjadi semakin jelas di tahun pemilihan.
Dilema yang dihadapi Powell saat ini tidak hanya menyangkut pribadi, tetapi juga berkaitan dengan stabilitas sistem keuangan Amerika Serikat. Jika dia benar-benar dipaksa untuk mengundurkan diri, kemungkinan besar akan memicu gejolak besar di pasar keuangan, yang akan mempengaruhi pola ekonomi global.
Apa pun hasilnya, gejolak ini menyoroti kompleksitas keseimbangan kekuasaan dalam sistem politik Amerika. Ini mengingatkan kita bahwa bahkan di negara demokrasi yang matang, menjaga independensi lembaga ekonomi kunci tetap merupakan tantangan yang berkelanjutan.