Regulasi aset digital blockchain: sekuritas atau komoditas?
Pengaruh aset digital blockchain di pasar keuangan global semakin meningkat, dan karakteristik desentralisasinya juga menantang sistem regulasi keuangan di berbagai negara. Bagaimana menyesuaikan kerangka regulasi keuangan tradisional untuk mengakomodasi karakteristik aset baru ini, serta bagaimana mengendalikan risiko secara efektif, menjadi fokus perhatian berbagai pihak.
Berdasarkan data terkait, di 130 yurisdiksi hukum di seluruh dunia, 88 di antaranya mengizinkan penyedia layanan aset virtual, sementara 20 secara tegas melarangnya. Amerika Serikat sebagai salah satu yurisdiksi yang mengizinkan layanan aset virtual, telah mengadopsi model pengawasan bersama, di mana berbagai bisnis mungkin diatur oleh lembaga yang berbeda.
Di Amerika Serikat, industri aset digital blockchain mencakup berbagai bidang bisnis, termasuk layanan dompet, bursa, ICO, penambangan, kontrak pintar, layanan staking, dan NFT. Namun, ada kontroversi mengenai kepemilikan regulasi untuk beberapa aset digital (seperti ETH), dengan masalah inti yaitu apakah mereka harus dianggap sebagai komoditas atau sekuritas.
Otoritas regulasi AS telah secara aktif mengevaluasi penerapan peraturan yang ada terhadap aset-aset baru ini. Di antara mereka, "tes Howey" menjadi standar penting untuk menentukan apakah aset digital termasuk dalam "kontrak investasi". Jika suatu aset digital lulus tes Howey, itu akan dianggap sebagai sekuritas dan akan diatur sesuai.
Jika aset digital dianggap sebagai sekuritas, Komisi Sekuritas dan Bursa AS akan memiliki yurisdiksi. Pelanggaran terhadap persyaratan regulasi dapat mengakibatkan gugatan perdata atau sanksi administratif. Misalnya, pada bulan Desember 2020, sebuah perusahaan blockchain terkenal dan pendirinya digugat karena penerbitan aset digital yang tidak terdaftar.
Di sisi lain, jika aset digital dianggap sebagai barang, maka Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas AS bertanggung jawab untuk mengawasi. Fokus pengawasan lembaga ini adalah untuk memastikan stabilitas pasar dan mencegah tindakan penipuan. Meskipun aset digital blockchain belum secara hukum didefinisikan dengan jelas sebagai barang, sejak tahun 2015, Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas AS telah mulai menganggap beberapa aset digital sebagai barang.
Pada bulan Mei 2024, Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat mengesahkan "Undang-Undang Inovasi Teknologi Keuangan Abad ke-21", yang menyediakan kerangka baru untuk regulasi aset digital. Undang-undang ini membagi aset digital menjadi dua kategori: "aset digital terbatas" yang diatur oleh Komisi Sekuritas dan Bursa, dan "komoditas digital" yang diatur oleh Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas. Klasifikasi aset tergantung pada tingkat desentralisasi blockchain yang mendasarinya, cara perolehannya, serta faktor-faktor yang berkaitan dengan penerbit.
Kualifikasi aset digital memiliki dampak besar pada prospek perkembangannya. Menggunakan ETH sebagai contoh, jika dianggap sebagai sekuritas, akan menghadapi persyaratan regulasi yang lebih ketat dan biaya kepatuhan yang lebih tinggi, yang dapat menekan suasana pasar dan membatasi peluang investasi bagi ritel. Sebaliknya, jika dianggap sebagai komoditas, meskipun dapat mendorong perkembangan pasar derivatif, mungkin tidak dapat sepenuhnya mencerminkan sifat unik dari aset digital yang terdesentralisasi.
Selain itu, sengketa yurisdiksi antara berbagai lembaga pengawas dapat menyebabkan arbitrase regulasi, membuat peserta pasar menghadapi lingkungan regulasi yang lebih kompleks. Bagaimana mencapai keseimbangan antara mendorong inovasi dan melindungi investor akan menjadi tantangan penting dalam regulasi aset digital di masa depan.
This page may contain third-party content, which is provided for information purposes only (not representations/warranties) and should not be considered as an endorsement of its views by Gate, nor as financial or professional advice. See Disclaimer for details.
Pertikaian regulasi aset digital blockchain di Amerika: sekuritas atau barang
Regulasi aset digital blockchain: sekuritas atau komoditas?
Pengaruh aset digital blockchain di pasar keuangan global semakin meningkat, dan karakteristik desentralisasinya juga menantang sistem regulasi keuangan di berbagai negara. Bagaimana menyesuaikan kerangka regulasi keuangan tradisional untuk mengakomodasi karakteristik aset baru ini, serta bagaimana mengendalikan risiko secara efektif, menjadi fokus perhatian berbagai pihak.
Berdasarkan data terkait, di 130 yurisdiksi hukum di seluruh dunia, 88 di antaranya mengizinkan penyedia layanan aset virtual, sementara 20 secara tegas melarangnya. Amerika Serikat sebagai salah satu yurisdiksi yang mengizinkan layanan aset virtual, telah mengadopsi model pengawasan bersama, di mana berbagai bisnis mungkin diatur oleh lembaga yang berbeda.
Di Amerika Serikat, industri aset digital blockchain mencakup berbagai bidang bisnis, termasuk layanan dompet, bursa, ICO, penambangan, kontrak pintar, layanan staking, dan NFT. Namun, ada kontroversi mengenai kepemilikan regulasi untuk beberapa aset digital (seperti ETH), dengan masalah inti yaitu apakah mereka harus dianggap sebagai komoditas atau sekuritas.
Otoritas regulasi AS telah secara aktif mengevaluasi penerapan peraturan yang ada terhadap aset-aset baru ini. Di antara mereka, "tes Howey" menjadi standar penting untuk menentukan apakah aset digital termasuk dalam "kontrak investasi". Jika suatu aset digital lulus tes Howey, itu akan dianggap sebagai sekuritas dan akan diatur sesuai.
Jika aset digital dianggap sebagai sekuritas, Komisi Sekuritas dan Bursa AS akan memiliki yurisdiksi. Pelanggaran terhadap persyaratan regulasi dapat mengakibatkan gugatan perdata atau sanksi administratif. Misalnya, pada bulan Desember 2020, sebuah perusahaan blockchain terkenal dan pendirinya digugat karena penerbitan aset digital yang tidak terdaftar.
Di sisi lain, jika aset digital dianggap sebagai barang, maka Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas AS bertanggung jawab untuk mengawasi. Fokus pengawasan lembaga ini adalah untuk memastikan stabilitas pasar dan mencegah tindakan penipuan. Meskipun aset digital blockchain belum secara hukum didefinisikan dengan jelas sebagai barang, sejak tahun 2015, Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas AS telah mulai menganggap beberapa aset digital sebagai barang.
Pada bulan Mei 2024, Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat mengesahkan "Undang-Undang Inovasi Teknologi Keuangan Abad ke-21", yang menyediakan kerangka baru untuk regulasi aset digital. Undang-undang ini membagi aset digital menjadi dua kategori: "aset digital terbatas" yang diatur oleh Komisi Sekuritas dan Bursa, dan "komoditas digital" yang diatur oleh Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas. Klasifikasi aset tergantung pada tingkat desentralisasi blockchain yang mendasarinya, cara perolehannya, serta faktor-faktor yang berkaitan dengan penerbit.
Kualifikasi aset digital memiliki dampak besar pada prospek perkembangannya. Menggunakan ETH sebagai contoh, jika dianggap sebagai sekuritas, akan menghadapi persyaratan regulasi yang lebih ketat dan biaya kepatuhan yang lebih tinggi, yang dapat menekan suasana pasar dan membatasi peluang investasi bagi ritel. Sebaliknya, jika dianggap sebagai komoditas, meskipun dapat mendorong perkembangan pasar derivatif, mungkin tidak dapat sepenuhnya mencerminkan sifat unik dari aset digital yang terdesentralisasi.
Selain itu, sengketa yurisdiksi antara berbagai lembaga pengawas dapat menyebabkan arbitrase regulasi, membuat peserta pasar menghadapi lingkungan regulasi yang lebih kompleks. Bagaimana mencapai keseimbangan antara mendorong inovasi dan melindungi investor akan menjadi tantangan penting dalam regulasi aset digital di masa depan.